"Indahmu tak seindah pikirmu, cerahmu tak secerah matamu. Tapi kau tahu kau salah, mengapa kau membisu?"

Senin, 05 September 2011

Yang Heboh, yang Meriah, yang Unik di Lebaran Tahun Ini



Lebaran punya cerita. Lebaran adalah liburan penuh perjalanan.
Aku suka lebaran tahun ini. Untuk pertama kalinya, keluarga besarku berkumpul di rumah almarhum nenek.
Usaha Mak Datuak mengumpulkan kami tak sia-sia. Istilahnya “manjapuik nan di rantau”.
Yang dari Aceh, Padang, Pekanbaru, Jakarta mudik dan berkumpul dalam 1 rumah.
Orang tuaku boleh berbahagia karena bertemu dengan saudaranya yang telah lama tak jumpa. Aku pun bahagia melihat keluarga ini utuh dan merapat.

Alhasil rumah yang terlihat besar jadi menyempit karena anak, kemenakan, sepupu, dan cucu menginap di satu atap. Harus rela berbagi tempat untuk tidur. Lalu yang kaum ibu memasak layaknya orang pesta. Anak-anak perempuannya yang menghidang. Ya, keluarga kami memang sedang berpesta.

Uniknya, karena kami tinggal di berbagai daerah, ada percampuran bahasa dan dialek di sini. Dialek Melayu bercampur Minang, lalu ditambah dengan dialek bahasa Indonesia Jakarta. Tapi semua melebur, menyatu dalam keragaman. Keluargaku satu tapi punya beberapa bahasa dan budaya. Itulah yang membuat kami kaya.

Lalu, kami merencanakan jalan-jalan ke tempat wisata di Bukittinggi dan Payakumbuh, yang terdekat dari rumah (Simarasok, Baso). Tak luput dari perhatian adalah wisata kulinernya. A nan taragak, itu yang dikaja. Sate, bakso, pensi, durian, dan belum lagi makanan di rumah yang menemani lengkapnya lebaran saat itu. Ada rendang, dendeng, gulai itik cabe ijo, ketupat, tauco, goreng ikan, ayam, sapek, maco, kue gadang, galamai, kue bawang, kacang, dan ragam makanan lainnya.

Yang heboh adalah ketika kami semua bangun pagi-pagi, setelah sahur, jogging. Ibu, anak, bapak, kemenakan ikut. Kan biasanya yang suka jogging itu cuma anak-anak kecilnya saja, tapi sekarang 3 generasi terjun dan heboh. Melewati hamparan sawah, diterpa angin pagi yang dingin (bukan sejuk) dan diiringi sorak sorai. Tak heran kalau ada tetangga yang keluar melihat aksi kami di jalanan.

Ohya, kehebohan berlanjut. Makan bersama di rumah datuak yang penuh durian. Sepertinya pengaruh mabuk durian, para anak kemenakan berkumpul di pojok, bergitar dan bernyanyi berbagai macam lagu. Tak kenal kebisingan. Semua bersorak, ketawa, ngakak. Sesekali ibu-ibu dan bapak-bapak ada yang nimbrung ikut bernyanyi atau sekadar bertepuk tangan. Para anak kecil (di bawah umur) asik merekam aksi kakak-kakaknya. Riuh dan ramai.

Yang meriah adalah saat kami sekeluarga besar berarak-arak alias konvoi ke Jam Gadang dan menikmati malam takbiran yang penuh kembang api. Saat itu menunjukkan pukul 00.00. Sengaja kucatat karena momen itu jarang terjadi. Gak pandang bulu, bukan yang muda saja, tapi yang tua-tua ikut turun menatap langit malam penuh warna kembang api.

1 minggu lebaran di kampung, singkat tapi bermakna.