"Indahmu tak seindah pikirmu, cerahmu tak secerah matamu. Tapi kau tahu kau salah, mengapa kau membisu?"

Minggu, 21 April 2013

MUBA : Dari Tarian, Musik, dan Silat hingga Peragaan Busana

Dari Indonesia ke MUBA, dari Galang Performing Art ke panggung dunia...

Sebuah kegembiraan dan kebanggaan bagi Galang Performing Art dapat tampil di festival kebudayaan dunia MUBA, di Basel, Swiss. Galang Performing Art (komunitas tari di Sumatera Barat bentukan Deslenda--Ibu saya--tahun 1991) yang telah beradu pengalaman di panggung lokal dan regional, kini mulai menampakkan 'taringnya' di panggung Eropa.



MUBA yang menjadi agenda tahunan Messeplatz, kota Basel dan telah dikenal penduduk mancanegara ini memberi spot khusus untuk Indonesia unjuk khasanah budaya nusantara dengan tajuk "Remarkable Indonesia". Tahun ini, MUBA (22/2-3/3) berlangsung  dengan pameran akbar dari berbagai negara, serta tontonan panggung kesenian mulai dari tradisi sampai modern. Segala rasa ada di MUBA. Dari Indonesia sendiri, pameran seni rupa, tenun, batik, kuliner membentuk barisan yang digarap homey (seperti berada di rumah). Lalu seni pertunjukannya sengaja didatangkan dari 4 propinsi, Jawa Timur, Bali, DkI Jakarta, dan Sumatera Barat.

Harmonisasi gerak dan musik dari Galang Performing Art.


Galang Performing Art (GPA) menampilkan 4 tarian, silat, dan paket musik tradisi. Semua terangkum dalam Paket Kesenian Anak Nagari Minangkabau. Deslenda selaku pimpinan dan koreografer telah merancang pertunjukannya dengan tim yang sangat mini. 4 penari dan 2 pemusik termasuk 1 penampilan dari Deslenda sendiri. Namun, itu tidak jadi persoalan karena GPA pun mampu menembus udara musim dingin Swiss yang menusuk menampilkan karya-karyanya bergantian di 2 panggung utama, Media Stage dan Pavilion Stage.

"Baindang", "Bapiriang", "Bapayuang", serta "Bagurau" adalah 4 tari yang mengundang decak kagum para bule. Segala properti tari dan musik serta kostum telah dipersiapkan dari kampung halaman. Tim GPA seolah tak merasa berada di panggung akbar dunia, nuansa tradisinya amat kuat sehingga seperti tampil di nagari sendiri. 4 tari dengan 4 penari memang mini, tapi yang mini itu justru dilahap dengan antusias oleh kaum bule dan pengamat seni di sana.

Tari Bagurau dengan kostum kuning berpadu ungu.


Selain tarian, ada pula penampilan Silek Nagari (Silat) yang dimainkan oleh Deslenda bersama 1 penarinya, Nike. Gerak-gerak silat dipertunjukkan dengan bersih. Posisi menyerang dan posisi bertahan dengan sederhana diadu oleh kelihaian Deslenda dan Nike mengungkap gerak. Penonton yang rata-rata berkulit putih dan berhidung mancung itu pun seperti menahan napas melihat dua perempuan Minang ini berlaga. Bukan Deslenda namanya jika tidak melakukan improvisasi. Di luar skenario, Deslenda mengeluarkan jurus Silek Harimau untuk mendapatkan klimaks penampilan itu. Gayung bersambut, lawannya pun mulai memainkan sorotan matanya untuk berkomunikasi lebih lanjut dan menangkis serangan-serangan 'buas' tersebut.

Tari Baindang dengan tatanan busana bernuansa Islami.


Musik Tradisi mampu mengguncang venue penuh haru.


Musik tradisi mendapat agenda khusus untuk unjuk gigi. Tim pemusik yang cuma 2 orang ini dan digawangi oleh Susandra Jaya membawa suasana haru seisi venue. Tabuah gandang, talempong, saluang, bansi, hentakan tangkelek (sandal yang terbuat dari kayu) dan nyanyian anak Nagari sungguh berbau tradisi. Alunan musik-musik itu serasa merasuk ke dalam kerinduan panjang orang Indonesia yang berdiaspora di sana. Penonton lain pun mendengar dengan khidmat sebuah khasanah lain dari negeri Nusantara itu. GPA membawa angan mereka terbang jauh ke ranah Minang.  Ada yang kurang sebenarnya, tapuak galembong (tepukan khas dari celana galembong yang biasanya lewat gerakan randai) belum membahana di negeri sana.

Tari Bapiriang menampakkan keanggunan sekaligus keperkasaan.

Tari Bapayuang yang gemulai, ditampilkan dengan ayu dan ceria.

Serangkaian pertunjukan GPA ditampilkan selama 4 hari berturut-turut hingga hari penutupan tiba. Ada makna lain dari paket kesenian yang diboyong Deslenda ini di luar nilai-nilai budaya Minang yang dikandungnya. Paket pertunjukan itu juga mewakili serangkaian peragaan busana yang tanpa sadar mewarnai venue. Lewat tarian, laga silat, dan  tampilan musik tradisi secara live itu, GPA membawa khasanah lain dari ranah Minang, yaitu kostum lengkap dengan aksesorisnya. 4 tarian yang ditampilkan berulang-ulang divariasikan dengan konstum yang berbeda. 4 hari dengan 4 tari. 4 hari dengan 4 varian kostum pula. Begitu juga dengan pemusik. Kostum yang berwarna-warni berganti-ganti diimbuhi kain selempang tenunan, sunting, aksesoris, selendang penutup kepala, destar menjadi kekayaan tersendiri di sepanjang penampilan GPA. Penampilan yang tanpa sadar berwujud peragaan busana ini memberikan inspirasi tersendiri bagi masyarakat Eropa yang peka dengan fashion dan style.

Foto bersama pihak KBRI dengan perwakilan tim GPA dan Dinas Pariwisata.


Menyadari kekayaan lain itu, GPA semakin percaya diri menggelar 'pestanya' di hari penutupan MUBA. Karena bertepatan dengan hari Minggu, venue dipadati oleh masyarakat Basel dengan keluarga mereka serta pengamat dan pencinta seni dari penjuru Eropa. Deslenda tidak mau meninggalkan kesan garing dan biasa saja dalam penutupan itu. Segalanya ditampilkan dengan maksimal dan tentu saja sedikit variasi dan improvisasi. Semua pergelaran telah ditampilkan 3 hari sebelumnya, sementara penonton bisa saja bosan dengan penampilan yang sama.

Tak cukup dengan variasi kostum yang selalu berganti, Deslenda memberi sentuhan pada tari piring yang digarapnya. Pada segmen kedua, setelah makan siang, tari piring kembali ditampilkan. Segmen ini adalah titik teramai venue. Seisi Venue tiba-tiba saja dikejutkan oleh dentingan piring pecah. Bukan dari pecahan piring yang diinjak penari. Bukan. Ini berbeda. Saat gerak terakhir tari piring tersebut, para penari dengan sengaja mengadukan piring di kedua tangan dengan keras, lalu menghamburkannya ke atas hingga pecahannya bertebaran. Sedetik penonton shock, sedetik lagi semua hening, sedetik kemudian stand up applaus membahana.

Keceriaan tari payung yang bersahabat.

Penonton dan penari tampak kompak bersilang budaya.


Pertunjukan itu belum selesai. Deslenda masih mau bermain ide dalam variasinya. Tari  yang mengakhiri dan menutup Remarkable Indonesia sekaligus penutupan MUBA adalah tari payung. Tarian ini melibatkan penonton naik ke panggung. Penonton cilik pun tak mau ketinggalan. Tanpa diminta, mereka langsung menyerbu ke atas dengan senangnya. Dengan selendang dan payung, semua penari memperagakan nilai-nilai keindahan dari tari payung itu sendiri. Pada akhirnya kita melihat tujuan penampilan ini  sifatnya adalah hiburan dan ditutup dengan hiburan bersahabat dari GPA. Hari penutupan menjadi klimaks Paket Permainan Anak Nagari Minangkabau di Basel.


Tulisan ini adalah catatan penampilan Galang Performing Art di MUBA, Basel, Swiss bulan Februari dan Maret lalu.
Ditulis oleh Sulung Siti Hanum.