Di sini aku ingin berbicara tentang ibu, khususnya ibuku. Lumrah sudah ibu adalah sosok terdekat dan luar biasa. Tapi ibuku lebih luar biasa lagi. Aku menyebutnya bundo.
Satu hal yang aku kagumi darinya adalah di umurnya yang hampir setengah baya ini, bundo masih punya impian. Beliau masih merancang mimpi-mimpinya untuk menjadi nyata. Di saat ibu-ibu yang lain mempersiapkan hari tua mereka denga hidup tenang dan tersenyum melihat kesuksesan anak-anak mereka, bundo justru masih terus berjuang untuk mengumpulkan puzzle di setiap momen berharga dalam hidupnya. Dia tak pernah mau untuk berhenti sebelum rencana-rencananya terlaksana.
Aku kagum padanya. Di balik sosoknya sebagai ibu yang melahirkan dan membesarkanku, aku bangga mengenalnya sebagai orang terdekat yang pantas kuteladani. Semangatnya luar biasa. Bahkan berkali-kali diterpa badai yang meruntuhkan asa, bundo tetap tegar. Kepercayaan dirinya dan keyakinannya yang tinggi membentuk tekadnya dan karakternya yang keras.
Bundo adalah seorang ibu dan juga guru. Di samping itu, bundo adalah seorang koreografer. Bundoku seniman. Puluhan karya sudah dihasilkannya. Meski masih ada yang memandangnya sebelah mata, bundo tidak peduli. Yang ia pikirkan hanya berkarya, berkarya, dan terus berkarya. Gerak adalah hidupnya, dan pentas adalah napasnya. Itulah yang membuatnya tetap sehat. Karya adalah obat kesakitannya. Bundo pun selalu mengajarkan hal itu padaku. Jangan pernah berhenti sebelum kita benar-benar lelah. Jangan tunggu orang lain untuk bertindak. Selagi kita mampu, lakukan sendiri.
Di satu sisi aku bangga. Di sisi lain aku iri. Itu yang membuatku tak mengerti diriku sendiri. Bundo yang sudah kepala empat masih punya agenda berharga untuk hidupnya. Sedangkan aku? Aku perlu mempertanyakan itu kepada diriku sendiri. Aku juga ingin terus berkarya. Seperti bundo.Bahkan ingin lebih baik dari pencapaiannya. Agar bundo tak sia-sia melahirkanku. Agar bundo juga bangga padaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar