"Indahmu tak seindah pikirmu, cerahmu tak secerah matamu. Tapi kau tahu kau salah, mengapa kau membisu?"

Jumat, 14 Desember 2012

Harry Potter Reading Event



Harry Potter: A Harry Potter Reading Event (Indonesia)

1 Januari - 31 Juli 2013

Senangnya dapat mengenang kembali kisah ini. Harry Potter gak pernah basi. Mari baca ulang lagi novelnya. Harry Potter dalam genggaman.

Jadwal post review 
28 Januari 2013 Buku 1: Harry Potter and the Sorcerer’s Stone
25 Februari 2013 Buku 2: Harry Potter and the Chamber of Secrets
25 Maret 2013 Buku 3: Harry Potter and the Prisoner of Azkaban
29 April 2013 Buku 4: Harry Potter and the Goblet of Fire
27 Mei 2013 Buku 5: Harry Potter and the Order of the Phoenix
24 Juni 2013 Buku 6: Harry Potter and the Half-Blood Prince
31 Juli 2013 Buku 7: Harry Potter and the Deathly Hallows (bertepatan dengan ulang tahun Harry)

Mari Berfantasi dengan Novel Fantasi

2013 TBBR PILE a Reading Challenge


Iseng-iseng berselancar di blog, aku mendapatkan tantangan untuk membaca 12 novel fantasi selama tahun 2013. Event ini pantas diapresiasi dan aku optimis untuk mengikutinya. Seharusnya bukan hal sulit karena memang aku pencinta fiksi, salah satunya fan-fiction.



Berikut adalah list bacaanku untuk tahun 2013.

1. Charlie Bone Series #1: Midnight for Charlie Bone, karya Jenny Nimmo.

2. The Secrets of the Immortal Nicholas Flamel #1: The Alchemyst, karya Michael Scott.

3. The Hunger Games #2: Catching Fire, karya Suzanne Collins.

4. Spells-Ramuan Peri, karya Aprilynne Pike.


5. Percy Jackson dan Dewa-dewi Olympia #5: Dewa Olympia Terakhir, karya Rick Riordan

6. The Power Of Six, karya Pittacus Lore.

7. The Heroes of Olympus #1: The Lost Hero, karya Rick Riordan.

8. The 13th Reality #2: The Hunt for Dark Infinity, karya James Dashner.

9.  Inkworld #1: Inkheart, karya Cornelia Funke.

10. Artemis Fowl #1: The Arctic Incident, karya Eoin Colfer.

11.  Incarceron #1: Incarceron, karya Catherine Fisher.

12. The Mysterious Benedict Society #2: The Perilous Journey, karya Trenton Lee Steward.


Additional Challenge
1. Indo Fantasy --> Vandaria Saga#1 : Harta Vaeran, karya Pratama Wirya Atmaja.

2. Award Winner --> Abarat : Siang-Siang Magis, Malam-Malam Peperangan, karya Clive Barker.

3. Mythology --> Kane Chronicles #1: The Red Pyramid, karya Rick Riordan.

4.Movies Adaptation --> The Hunger Games, karya Suzanne Collins.

5. High Fantasy --> Harry Potter #7: Harry Potter dan Relikui Kematian, karya J.K. Rowling.


NB. List ini dapat berubah seiring berjalannya waktu.


Rabu, 08 Agustus 2012

Mimpi yang Sempurna dalam Ketiadaan

            Badannya begitu lincah menguasai panggung sirkus malam itu. Berbagai atraksi dimainkan bersama satu rekannya. Tubuhnya begitu lentur dan lihai memainkan beragam atraksi. Kegesitannya mengitari panggung adalah salah satu bakatnya. Menjadi akrobat sirkus adalah bagian dari hidupnya. Menghibur banyak orang adalah keahliannya. Ya, Adril memang sangat berbakat meski umurnya belum cukup seperempat abad.
            Adril asyik menari-nari di atas panggung bundar. Segala atraksi diperagakan dan dia menikmatinya. Sampai pada atraksi berbahaya, Adril dengan sangat berani meraih sepeda roda satu lalu mengayuhnya keliling panggung. Lalu ia melompat-lompat girang di atas api yang tiba-tiba dinyalakan oleh rekannya. Tak lama setelah itu, lelaki bertubuh lentur ini salto dengan sepedanya dan perlahan memanjat seutas tali yang membentang di panggung setinggi 8 meter. Adril mengayuh sepedanya mendaki tali tersebut makin lama makin tinggi. Tali tersebut bergoyang-goyang ketika roda sepeda itu berputar. Tepuk tangan dan sorakan kagum terus menggetarkan gedung teater, tempat sirkus diadakan.
            Tanpa firasat apa-apa, kejadian tak terduga membuat pekik penonton berubah menjadi jeritan. Adril meraung secara tiba-tiba yang diiringi bunyi gedebuk pelan. Tali mengendur dan lelaki itu mulai kehilangan keseimbangan. Adril melayang dengan sepedanya dan disambut panggung kayu bundar yang cukup keras. Panik pun tak sempat lagi dirasakan, karena yang ada hanya lolongan panjang  yang memenuhi panggung.
Lampu padam. Musik berhenti.

            Kejadian mengerikan ini belum pernah terjadi. Pertunjukan Sirkus Lealta dihentikan begitu saja. Sang produser sirkus tidak mau mengambil risiko lebih besar untuk mempermalukan pertunjukan sirkusnya. Semua bubar. Penonton banyak yang mendesah, terpana bercampur ngeri, kaget, lalu memalingkan muka. Entah bagaimana keadaan Adril yang kini sudah tidak sadarkan diri. Yang pasti bapak produser tampak sangat marah.

            Adril tercenung, meringis, lalu gelap.
           Seorang pria terduduk lemah di kursi roda. Kepalanya menengadah menghadap langit malam tak berbintang. Bulan sayup-sayup mengintip dari balik awan, memperhatikan kegalauan hati si pria itu. Adril termenung. Bibirnya terkatup rapat serapat hatinya yang beku. Sesekali nyanyian jangkrik menyadarkan lamunannya. Dia pun mendesah sambil menelengkan kepalanya yang masih berpenyangga. Malam semakin larut dan dingin.
            Seorang pria tua menyentuh bahu Adril. “Apa yang kau risaukan, Nak?”
            Adril cuma melirik lewat sudut matanya. Bapak produser sirkus rupanya. Adril tak berminat menjawab pertanyaannya.
            Pria tua itu menggeser sebuah bangku dan duduk di sebelah Adril. Ia mengeluarkan sebatang rokok, menyalakannya lalu menghisap dengan sepenuh hati. Asap mengepul dari bibirnya mengiringi desahan napasnya.
            Beberapa saat mereka duduk dalam diam sampai Adril membuka pembicaraan.
           “Bagaimana dengan pertunjukan Lealta bulan depan, Yah?”
           “Aman.”
           “Bagaimana dengan polisi?”
           “Mereka terlalu sibuk untuk mengurusi berbagai masalah. Kejadian di sirkus malam itu sudah dibereskan. Kau sudah keluar dari rumah sakit. Larangan show juga sudah dicabut bersyarat. Kita harus kembali beraktivitas,” jelas Bapak produser sambil menyeruput batangan rokoknya lagi dan lagi.
           Adril tak menanggapi. Matanya kembali kosong. Semenjak kejadian di sirkus malam itu, hidup Adril tak sama lagi. Dia kehilangan banyak hal. Adril harus menghabiskan hari-harinya dengan kursi roda selama berbulan-bulan. Tangannya diperban, ada beberapa keretakan di tulang punggungnya, sedangkan tungkai kakinya pun patah. Dia juga mengalami geger otak yang membuatnya tertidur berhari-hari di rumah sakit. Apa yang bisa dilakukan dengan keadaan tubuh rusak seperti itu? Adril hanya seonggok tulang rusak tak berguna yang menghuni rumah sirkus yang didirikan ayahnya.
           Sang ayah berdeham. Ia merasa bersalah mengingatkan anaknya tentang kejadian buruk 2 bulan lalu. Ia kembali menyenggol bahu anaknya dengan lembut. “Sudah malam. Mari tidur,” selorohnya sambil bangkit berdiri dan menghilang di dalam rumah.
           Adril belum beranjak dari teras rumahnya. Hatinya semakin gusar. Ia tahu ayahnya gundah memikirkan kesehatannya dan juga sirkus mereka. Satu hal yang pasti, Adril tidak akan diizinkan lagi memasuki arena sirkus. Pada malam kecelakaan itu, ayahnya sangat marah dengan kelalaian yang terjadi di panggung. Tali yang dilintasi anaknya sudah diikat dengan sangat kuat dan kokoh. Tapi sayangnya, tali itu sudah cukup tua dan sering dipakai untuk properti akrobat. Malang melintang, ikatan tali terputus. Kebetulan pula, yang sedang manaiki tali itu adalah anaknya sendiri. Kini Bapak Produser itu menyesal, karena sirkusnya telah menghancurkan sebagian hidup anaknya. Adril selalu melihat kesedihan di mata ayahnya. Tapi sirkus mereka tak boleh mati, karena itu adalah nadi keluarga. Tanpa sirkus, mereka sekeluarga termasuk ibu dan adik perempuannya tak bisa makan. Tanpa sirkus, Adril tak punya biaya untuk terapi. Kenapa hidup seniman sirkus harus berkahir tragis?
  
Mungkinkah bila ku bertanya
Pada bintang-bintang
Dan bila ku mulai merasa
Bahasa kesunyian


               "Haah..." desah Adril dalam kesendiriannya. Matanya menyapu langit malam. Sepi, sunyi, sendiri.

               Mimpi buruk kembali hadir begitu ayahnya kembali semangat membangun rumah sirkusnya yang berantakan. Semua anggota dikumpulkan. Ayahnya juga mencari beberapa talent baru. Tentu saja untuk mengganti anaknya yang kini setengah cacat. Tenggorokan Adril selalu tercekat memikirkan hal itu. Adril ingin mengungkapkan kemarahannya. Ia marah pada keadaan yang membuatnya hancur.

              Adril menari, Adril melompat.
              Panggung sirkus yang telah menghidupinya selama sepuluh tahun terakhir, kini terasa sangat jauh darinya. Ia lebih banyak diam sejak kecelakaan itu. Ia seperti kehilangan separuh jiwanya. Sirkus adalah hidupnya. Meskipun dulu ibunya sempat menentang dan ayahnya tidak mau Adril ikut pertunjukan, diam-diam Adril tetap maju untuk belajar. Banyak pengalaman yang diperolehnya dari dunia pertunjukan sirkus itu. Kesan buruk dan rendah yang sering melekat pada artis sirkus, akhirnya dapat ditepisnya. Dia adalah anak seorang seniman dan darah seni itu sudah ada di darahnya.
              Ia tertarik pada sirkus bukan lantaran ayahnya sendiri adalah pendiri sebuah kelompok sirkus. Adril sering diajak seru-seruan nonton berbagai pertunjukan hiburan, mulai dari sirkus, teater, musik, dan tari. Pasar malam pun dijabani olehnya. Adril kecil bersama kawanan teman masa kecilnya pasti selalu hadir menunggu atraksi sirkus keliling yang biasa menyemarakkan pasar malam tersebut. Sejak saat itu, Adril kecil tertarik untuk berlatih akrobat. Dimulai dengan lompatan-lompatan ringan, olah otot dan sedikit belajar jenis-jenis breakdance untuk memperkaya referensinya. Meski berbahaya, tetapi ia tertantang. Ayahnya pun menyadari bakat anaknya meski dia sendiri tak begitu menyukai kenyataan itu. Kemudian ketika umurnya tiga belas tahun, ia diberi kesempatan untuk tampil di pertunjukan ayahnya untuk pertama kali. Adril menjadi bagian dari sirkus ayahnya, Rumah Sirkus Lealta. Adril meniti kariernya sebagai akrobat dengan lebih serius. Ia pun lihai melompat dari panggung kecil di tengah kampung hingga panggung besar di sebuah gedung pertunjukan.

              Keadaan berubah seketika. Memang takdir tak bisa diprediksi. Bintang pun tak akan membisiki kapan dia akan terang dan kapan redupnya. Adril dengan sedih mengenang masa-masa indah perjalanannya bersama rombongan sirkus. Tapi kini, Adril ambruk. Tak ada lagi panggung, tak ada lagi keramaian, tak ada kepercayaan diri yang tersisa. Hidupnya telah menghapus mimpinya. Bahkan ia tak lagi percaya kekuatan harapan. Dalam diam, terpana dan terbata, Adril dinaungin keraguan akan hidup.

              Adril bermimpi untuk jadi sempurna
              Adril mengayuh pelan kursi rodanya ke dalam rumah. Sudah dini hari. Kepalanya mulai migrain. Akhir-akhir ini ia sering mengeluh sakit kepala lebih sering daripada sebelum kecelakaan terjadi. Tapi dia masih bersyukur, dia tidak kehilangan ingatan sama sekali.
              Adril masuk ke kamarnya yang berlampu redup. Ia perlahan berdiri dan memindahkan badannya ke tempat tidur. Tungkai kakinya masih terasa nyeri. Dengan sedikit meringis, ia berhasil mendudukkan badannya di kasur yang empuk.
               Sebelum sempat merebahkan diri, ada yang mengetuk pintu kamarnya. Adik perempuannya, Agil, masuk.
               "Kamu belum tidur rupanya," ucap Adril.
              Agil duduk di sebelah kakaknya. Ia menoleh menatap Adril.
               "Bagaimana terapi tadi siang, Kak?"
               "Lumayan. Masih nyeri sana-sini," sahut Adril datar.
               "Pasti sembuh, Kak," hibur Agil yang kali ini membantu kakaknya rebahan di tempat tidur.
               "Sembuh tapi tidak berguna," desah Adril, lebih kepada dirinya sendiri.
              Agil menyelimuti kakaknya. "Kak Dril tahu arti mimpi? Saat kita bermimpi, bintang-bintang akan berkumpul. Kesempurnaan itu gak akan ada, Kak. Tapi kita bisa bermimpi untuk menjadi sempurna. Bintanglah yang menjamin kita berada di titik terang atau gelap. Bintang akan berkompromi dengan mimpi kita. Cuma 1 hal yang harus kak Dril ingat, sempurna bukan berarti semua terwujud sesuai apa yang kita inginkan. Sempurna artinya hidup kita lebih berarti setelah ini." Seulas senyum terlukis dari wajah adiknya.
             Adril mengikuti gerak Agil yang keluar kamar dengan matanya. Kata-kata motivasi yang dilontarkan adiknya kini tak lagi mempan. Apa arti sempurna? Kesempurnaan baginya hanya sirkus. Bahkan saat ini, untuk berdiri aja, seluruh badannya ngilu. Bagaimana mungkin dia bisa meliuk-liuk, berlari, dan melompat sana-sini? Keretakan di bagian punggung menuntutnya harus pensiun dari dunia akrobat.
             Adril menoleh ke arah jendela kamarnya yang masih terbuka. Langit terlihat mendung pekat. Tak ada penerangan dari bintang. "Ah, bintang pun tak ada di sini saat aku jatuh. Bintang tak akan menjawab pertanyaanku," batinnya. Kepala Adril mulai panas. Rasanya mau pecah karena migrainnya kambuh. Adril belum bisa tidur. Sesekali matanya menoleh ke jendela, sedikit berharap masih ada 1 bintang yang muncul.
            Adril mencoba duduk kembali. Dia menggapai kursi rodanya dengan tangannya yang bebas dari perban. Dengan meringis, Adril mendorong tubuhnya untuk berdiri, berputar dan duduk di kursi roda. Terasa setruman di sendi kakinya. Adril menggigit bibirnya menahan sakit. Ia tidak mau suaranya membanguni orang rumah. Adril mengayuh kursi rodanya ke pintu belakang rumah, membukanya lalu keluar.
              Tepat di belakang rumahnya, ada paviliun tempat properti sirkus disimpan. Adril membuka gerendel pintu dengan kunci yang ada di kantungnya. Setelah menyalakan lampu, Adril menyapu seluruh ruangan dengan matanya. Paviliun ini adalah tempat Bapak Produser merangkai impiannya untuk membangun kelompok sirkus. Paviliun ini adalah otak dari Rumah Sirkus Lealta. Adril tumbuh di dalamnya.
              Saat dia masuk ke dalam paviliun, ada yang menghambat laju kursi rodanya. Ternyata itu sepeda roda 1 yang sering dimainkannya. Sekelebat bayangan mengerikan tentang malam kecelakaan itu kembali hadir di benak Adril. Kemarahan langsung memanasi dadanya. Dadanya sesak naik-turun. Adril lalu melakukan tindakan yang tak pernah terlintas olehnya. Dia membuka perban tangan dan kakinya dengan cepat. Rasa sakit sudah tidak begitu membuatnya terganggu, seakan sakit sudah menyatu dengan dirinya.     Pandangannya menjadi liar. Ia menghirup oksigen sebanyak-sebanyaknya untuk mengusir kengiluan.
             Terengah-engah, Adril mencoba bangkit dari kursi rodanya. Tak tahu apa yang sedang terpikir olehnya, Adril meraih sepedanya. Tapi tetiba dia pun luruh. Dengkulnya tak kuat menopang tubuhnya. Lutut itu terantuk ke ubin hitam paviliun, menyenggol kursi rodanya. Dengan sekuat tenaga, Adril kembali bangkit berdiri. Kali ini ia bertumpu pada sepedanya, memegangi dengan tangan kiri, sementara tangan kanannya yang patah menjulai lemah di sisi tubuhnya. Adril mulai jengah.
             "Kalau sempurna itu tak pernah ada, kenapa harus ada mimpi?" teriaknya marah. "Bintang bukan Tuhan. Bintang hanya bulan-bulanan anak kecil."
             Dia berteriak. Dia melangkah dan mencoba menduduki sepeda itu. Tentu saja berulang kali dia ambruk. Namun, berulang kali pula dia mencoba dan terus mencoba. Sampai akhirnya dia duduk menyeimbangkan diri memegangi sepeda itu dengan 1 tangannya yang sehat, lalu kaki kanannya menginjak pedal. Dia memukul-mukul dengkul kirinya yang sakit untuk bergerak. "Ayo dong, harus bisa!" ucapnya samar penuh kemarahan.
             Tidak berhasil. Lagi-lagi dia terduduk di ubin. Kini air mata menetes dari sudut luar matanya. Dia menendang-nendang kursi rodanya. Adril rebah. Lalu dengan tangannya yang bebas, dia memukul-mukulkan stang sepeda di kepalanya. Migrainnya makin hebat.
             Adril terisak. Ketukan stang sepedanya juga makin kencang. Tak peduli kepalanya memar dan mulai berdarah. Dia terus menghantuk-antukkan kepalanya membabi buta, kepala bagian belakang pun ikut dihentak ke ubin. Penyangga lehernya mengendur. Kini bahkan lehernya mati rasa.
             "Anjrit. Argh!"
             Lalu gelap, semua rasa pun sirna.

Aku dan semua
yang terluka karena kita

Aku kan menghilang
dalam pekat malam
lepas ku melayang

Biarlah ku bertanya
pada bintang-bintang
tentang arti kita
dalam mimpi yang sempurna

            Mimpi yang sempurna artinya tiada. Mimpi yang sempurna untuk jiwa yang mati. Mimpi yang sempurna untuk hati yang sepi.



Agustus 2012
@sansadhia
Terinspirasi dari lagu Peterpan, "Mimpi yang Sempurna"
Cerpen ini diikutkan dalam #CerpenPeterpan

Kamis, 26 Juli 2012

Drama tanpa Naskah

Menghargai sebuah kisah yang dimulai dari sebuah perkenalan dan keakraban. Sekian tahun. Berbagai cerita terurai hingga terajut menjadi cerita bersambung yang kita lakoni.
Sebuah drama tanpa naskah, tanpa settingan kisah. Suatu melodi absurd yang hanya bisa dirasakan lewat detak jantung ini.
Semua terselip dalam senyap pernik ingatan masa lalu yang berbalut suka duka. Ingatan itu ada untuk selalu bersama kita, berjalan mengarungi waktu. Sampai kita tahu suatu hari nanti ke mana muaranya.

Longlast, 2nd anniversary for our relationship. Thanks for become my everlasting friend, become my elf, Junisatya.
Time is capable to understanding how great love is.

Senin, 18 Juni 2012

Datang dan Berlalu

Saat mendengar kabar duka, aku hanya bisa menunduk
Terlalu banyak yang datang dan berlalu di depan mataku
Sampai-sampai aku tak dapat menghitungnya
Waktu cepat bergerak
Dan aku pun tak dapat menangis lagi
Bukan air mata yang menjadi simbol kesedihan
Terpekurku, mengenang yang berlalu


Hymne untuk seorang mamak yang baru saja pergi. Selamat jalan.

Kamis, 19 April 2012

Bahagia Itu Sederhana

Bahagia itu sederhana, sesederhana kamu menghirup udara segar di pagi hari.
Bahagia itu manis. Semanis teh hangat yg kau seduh di musim hujan
Bahagia itu berkah untuk segala hal pahit dalam hidupmu

Senyum itu cerah, secerah pagi menjemputmu dengan matahari.
Hidup itu penuh berkah sesaat kau sadar bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan asamu yang penuh mimpi.
Untuk itu, kamu harus tau bahwa jalanmu itu mudah, tinggal kau menjejak tanah lalu kau pagut irama alam yang akan membawamu ke panah tujuan yang penuh janji

Rabu, 21 Maret 2012

Stand Alone Tidak Bisa Berdiri Sendiri -- Stand-alone

Manusia itu memang tidak bisa berdiri sendiri. Makhluk sosial yang diwajibkan untuk bersosialisasi.
Sama seperti kata stand-alone.
Bahkan untuk membentuk makna 'berdiri sendiri', 2 kata itu tidak bisa dipisahkan. Karena stand alone tidak bisa berdiri sendiri. Seharusnya stand-alone.


Sebuah lelucon sore.

Selasa, 13 Maret 2012

Mengikat Makna: The Invention of HUGO CABRET


ORPHAN, CLOCK KEEPER, AND THIEF...

Novel The Invention of Hugo Cabret karangan Brian Selznick banyak menyentuh dan membuat kita berpikir. Novel ini menceritakan kisah seorang anak yatim piatu yang bersikeras memperbaiki sebuah mesin tua yang ditemukan mendiang ayahnya. Tanpa disangkanya, sejak dia mulai mengotak-atik mesih automaton itu, Hugo banyak mendapat informasi tentang film dan orang-orangnya. Bahkan ayah Hugo sendiri sering mengajaknya nonton film di bioskop. Pada saat itu adalah era film bisu. Film menjadi begitu ajaib dan menyenangkan bagi Hugo.

Lalu mesin itu menjawab misterinya. Dari sebuah mesin, Hugo jadi tahu sejarah film dunia.

Berikut makna-makna yang dapat kukutip untuk disuguhkan kepada pembaca semua.

"Sebagian pesulap mulai bekerja sebagai pembuat jam. Mereka menggunakan pengetahuan akan mesin untuk membuat automatom agar para penonton kagum. Satu-satunya tujuan mesin ini adalah membuat orang keheranan dan mereka berhasil. Tak ada penonton yang tahu bagaimana sosok misterius ini menari, menulis, atau menyanyi. Seolah para pesulap itu menciptakan kehidupan buatan, tetapi rahasianya selalu berada pada mesin jam."

"Kadang-kadang kupikir aku suka dengan foto-foto ini sama seperti aku suka film. Kamu bisa membuat cerita sendiri dengan melihat sebuah foto."

"Apakah kau memperhatikan bahwa setiap musim dibuat untuk alasan tertentu? Ada yang dibuat untuk membuatmu tertawa seperti mainan tikus, atau untuk menunjukkan waktu seperti jam, atau membuatmu keheranan, seperti automaton. Mungkin itu sebabnya mesin yang rusak selalu membuatku sedih karena ia tidak dapat melakukan yang seharusnya."

"Jika kau kehilangan tujuanmu, rasanya seperti mesin rusak."

"Kamu tahu, tidak pernah ada bagian yang berlebih dalam sebuah mesin. Jumlah dan jenis setiap bagiannya tepat seperti yang mereka butuhkan. Jadi kupikir jika seluruh dunia ini adalah sebuah mesin yang besar, aku pasti berada di sini untuk tujuan tertentu. Dan itu berartu, kamu berada di sini juga untuk tujuan tertentu."

"Meskipun semua jam di stasiun rusak, waktu tidak akan berhenti. Bahkan tidak meskipun kita sangat menginginkannya."

"Kalau kamu bertanya-tanya dari mana asal mimpi-mimpimu ketika kamu tidur pada malam hari, lihat saja di sekitar sini. Di tempat inilah (studio-red) mimpi-mimpi itu dibuat."

"Waktu dapat menipu kita. Dalam sekejap mata, bayi-bayi muncul di kereta-kereta mereka, peti mati menghilang di dalam tanah, orang menang dan kalah perang, dan anak-anak berubah, seperti kupu-kupu, menjadi dewasa."

Di dalam novel ini juga ada beberapa kutipan dari buku Penemuan Mimpi: Kisah Film Pertama yang Pernah Dibuat karangan Rene Tabard (1930). Kutipan-kutipannya tak kalah inspiratif.

"Pada 1895, salah satu film pertama yang pernah diputar berjudul Kereta Tiba di Stasiun, yang ceritanya sama persis dengan judulnya, sebuah kereta yang tiba di stasiun. Namun, ketika kereta melaju ke arah layar, penonton berteriak dan pingsan karena mereka mengira akan tertabrak. Tak ada yang pernah melihat adegan seperti itu sebenarnya."

"Georges Melies adalah orang pertama yang menunjukkan bahwa film tidak harus selalu mencerminkan kehidupan nyata. Ia segera menyadari bahwa film memiliki kekuatan untuk mewujudkan mimpi."

"Melies memulai kariernya sebagai pesulap di Paris. Ia mendapat banyak pengakuan karena menyempurnakan tipuan pengganti atau efek khusus yang memungkinkan benda muncul dan menghilang di layar secar tiba-tiba."

"Perjalanan ke Bulan adalah masterpiece Melies. Jika suatu hari kelak manusia benar-benar dapat terbang ke bulan, kita harus berterima kasih kepada Georges Melies dan film-filmnya karena membantu kita memahami bahwa jika kita memimpikan hal-hal besar segalanya dapat tercapai."

Senin, 05 Maret 2012

Gadis Dewasa

Kusadari
Kini aku menjelma menjadi gadis dewasa
Kuyakin, ibuku juga sudah menyadarinya
Entah mesti tertawa atau dengan air mata
aku merenung diri
bercampur emosi
bahwa duniaku telah berbeda

Kusadari
hidupku tak sama lagi
ada yang datang dan ada yang hilang
Yang hilang adalah pancaran sinar terang di mataku
terang menatap pagi
Aku menyadari mata itu pergi
bahkan di saat aku ingin kembali
tapi mata itu ditelan umur
lepas dari beban
seolah ia tak mau ternodai cerita dan derita

Yang datang adalah para peri mimpi
aku tahu bahwa aku punya banyak jalan
aku punya pilihan

Kusadari
Pilihanku adalah jalanku
dan cuma aku yang menentukannya
aku adalah gadis dewasa
mataku pun juga harus kuganti
menjadi tatapan seorang gadis
mantap menadahkan tangan penuh harapan
bukan gadis yang menungkup jemarinya
tak mau melihat dunia luar

Kusadari
ku kini gadis dewasa
tapi aku tetap gadis kecil ayahku yang telah dulu pergi
dan aku selalu jadi gadis cinta damai ibuku yang tegar luar biasa

Jumat, 03 Februari 2012

Rindu. Hujan.

Hujan. Hujan. Hujan.
Mendung terus menggelayut
Kau menjemput rinduku

Sayang, hujan!
Hujan, sayang!

Tetesan demi tetesan mewakiliku
seolah langit rindu pada bumi
bau angin dengan rasa tanah lembab
melepas kerinduan itu

Kulihat air berselancar di kaca jendela
memercik melubangi tanah
Air dan tanah saling berpagut
Mataku menatapnya
Merasakan kemelut rindu yang merebak di dada

Lalu kapan aku bisa menghempas rinduku sendiri?


--homesick--

Rabu, 01 Februari 2012

Aku dan Duniaku

Aku dan duniaku.
Tak semua tentang klasika, seriosa dan replika dunia nyata.
Tak semua tentang goresan yang kusuka.
Ada pun juga hura-hura.
Yang meninggalkan serpihan kisah yang terlupa.
Serpihan yang bila dikais, akan berkilat
melenting untuk menjadi sebuah makna.

Aku dan duniaku
Bersua saat pertama membuka mata.
Memilih saat aku berangkat remaja.
memutuskan saat aku beralih usia.
Aku bersua cerita dari kisruh dunia
merebak hingga duka berselimut air mata

Aku dan duniaku
Tak jumpa apa-apa kala aku ternganga
Banyak tanya yang menggenang di kepala

Senin, 16 Januari 2012

Menemani Sang Teman, hingga Bolang tanpa Arah

2 hari ini aku ke bandung (14-15/1). Aku hendak mengantarkan temanku, Puti yang akan tes di Sari Asih. Setidaknya aku memastikannya jauh datang dari Padang dan berlabuh di asrama Poltek Pos Sari Asih dengan aman. Jadilah hari sabtu sore kami berangkat dengan nekad karena aku sendiri buta Bandung. Travel penuh, kami pun naik taksi ke Pasar Rebo. Dari sana kami naik Bus Primajasa tujuan Bandung. Selama lebih kurang 2 jam perjalanan, dengan banyak cerita di sepanjang jalannya, kami sama-sama bersemangat punya pengalaman seperti ini. Apalagi lama tak berjumpa dengannya. Aku senang dapat melakukan sesuatu untuknya.

Lalu tibalah kamu di terminal Leuwipanjang, Bandung. Tujuan sebenarnya adalah Jatinangor, di mana Dharma, temanku yang lainnya, sudah menyiapkan penginapan untuk kami. Tapi tenyata Puti dapat tawaran untuk menginap di rumah teman sesama ikut tes yang sudah lebih dulu tiba di Bandung. Kami pun dilema memilih di mana kami akan bermalam. Setelah hampir 1 jam kami mendiskusikan, kami pun berpisah. Puti menghubungi saudaranya untuk dijemput dan aku pun terus berlanjut naik taksi ke Jatinangor. Meski sedikit berat melepas temanku begitu saja, yang niatnya keesokan harinya aku yang akan menemaninya ke Sari Asih, aku duduk menerawang di dalam taksi. Kami tetap keep contact.

Terlintas di benak, "Yasudah, tugasku menemani Puti. Daripada dia kebingungan di tengah kota yang tidak dia kenal, aku lebih baik mempercayakannya pada omnya. Sedangkan aku bisa bertemu temanku di Jatinangor yang juga lama tak bersua. Yap, sendiri tak masalah. AKu bisa menikmatinya." Oke, enjoy the holiday.

Dharma telah menunggu di Jatinangor rupanya. Suasana malam Nangor yang dingin mengingatkanku dengan kampung halaman. Bertemu teman lama nan jauh juga menyegarkan otakku kembali. Aku menginap di kost-an pacarnya, Karin. Baru berkenalan malam itu. Tapi dia baik sekali mau meminjamkanku kamarnya 1 malam untukku. Lelah pun berujung lelap. Berselimut dingin, aku pun pulas.

Keesokan harinya, aku yang belum punya rencana apa-apa, masih bingung mau ke mana. Dharma banyak menyarankan tempat yang bisa kukunjungi. Kami pun menunggu Andri, temanku yang berjanji akan menemani tripku di Bandung, seraya sarapan.

Andri baru bisa datang sekitar pukul 12 siang. Garing dan tidak tahu mau ke mana, kami cuma bersantai saja di kamar dharma yang terbuka ditemani hujan yang turun perlahan. Sejuta rencana di kepala tak ada yang terlaksana.

Kami mengobrol tentang banyak hal. Mulai dari acara televisi, kuliah, dunia kerja, persaingan media, isu politik, sampai ke pemberitaan jatuhnya satelit Rusia. Mungkin karena lama tak bertemu, kami bertiga bercengkerama sambil menertawakan hidup yang dijalani masing-masing. Seru juga.

Sepertinya kedatanganku ke Bandung dan Jatinangor tak begitu sia-sia. Tak jadi mengantar puti ke asrama, tak masalah. Cukup tergantikan dengan nongkrong dan membicarakan berbagai isu di sebuah kost-kost-an. Itu kesan yang berharga. Setidaknya aku tahu, mereka bisa menjadi tempat singgahku kala aku jenuh dengan Jakarta dan bersafari ke Jatinangor. Terima kasih teman.

Selasa, 03 Januari 2012

Kemeriahan Firework



Tahun baru bertabur kembang
kembang yang berbinar
kembang api

tar tar tar
menembus telinga dengan suara nyaring
mengejutkan dada yang berdegup kencang seketika
membuat langit menjadi warna warni

percikan percikan api yang mengembang di langit sana
layar abu-abu berhias titik-titik yang menyala
dinantikan sejuta umat
penuh harap, penuh berkah
gegap gempita
itulah kemegahan di tahun yang baru
mengawali tahun dengan super indah
dan semoga pun berakhir penuh hikmah