"Indahmu tak seindah pikirmu, cerahmu tak secerah matamu. Tapi kau tahu kau salah, mengapa kau membisu?"

Rabu, 03 November 2010

Dunia Nyata, Rekaan, dan Maya

Sulung Siti Hanum
(Sebuah Opini Lama)

Seperti apa hidup ini? Tergantung pribadi kita menjalaninya. Alur yang kita lalui, menghadapkan kita pada sebuah kenyataan hidup di dunia. Banyak orang menganggap hidup ini begitu pahit, itu jika digunakan oleh pikiran seorang dewasa. Semuanya serba susah. Belum lagi, untuk biaya hidup yang jumlahnya tidak sedikit. Tapi pernahkah kita terpikir, sebenarnya kita memiliki tiga dunia sekaligus dalam hidup ini?
Seiring bertambahnya usia, akan semakin kayalah kita dengan pengalaman. Namun tidak sedikit orang yang semakin lanjut umurnya, semakin garing hidupnya. Seolah tak punya rasa humor. Masa-masa belia yang dilalui terasa berupa kenangan masa lalu yang perlahan mulai pudar. Mungkin terlupa, kita punya imajinasi dan impian yang terus mengikuti langkah kita. Namun, tetap saja orang menganggap, daya khayal dan mimpi-mimpi yang kita miliki, akan mengganggu jalannya hidup dalam dunia nyata. Ini hanya berupa pelarian yang justru memperumit hidup. Nah, yang dipertanyakan, apakah memang benar demikian?
Para orang tua kadang jengkel dengan ulah anaknya seperti tidak peduli dengan sekitarnya. Bahkan mereka sering berkata, “Jangan mengkhayal terlalu tinggi. Kita hidup susah begini, eh, kamu malah asyik nonton TV atau buang-buang duit beli buku bergambar yang nggak jelas itu. Buat apa itu semua?” Apa yang bisa diperbuat si anak, selain menuruti ucapan orang tuanya. Andaikan saja orang dewasa bisa mengerti. Mereka hanya menilik kepada hal-hal yang masuk akal, sehingga pupus sudah impian dan khayalan tadi.
Logika saja, kita tidak bisa terus-terusan belajar hidup dari pengalaman. Oke, jika pengalaman itu sifatnya membangun. Tetapi, jika tidak…Kita butuh belajar dari hal lain.
Kita memiliki dua dunia lain yang mengiringi jalan hidup kita. Sebut saja, dunia rekaan dan dunia maya. Tampaknya tak bermakna sama sekali. Tapi coba dipikir, kita memiliki alam mimpi yang selalu datang ketika mulai memejamkan mata. Itu adalah sebuah dunia. Lalu, ketika kita sedang gandrung-gandrungnya menonton sebuah serial drama di televisi, itu merupakan sebuah dunia baru yang direkayasa sendiri oleh sang sutradara. Tanpa diasadari dunia itu membawa empati bagi penikmatnya. Dan ketika kita membaca novel, seolah kita terbawa dalam suasana yang diangkat si penulis lewat tutur bahasanya. Apalagi namanya itu kalau bukan dunia rekaan yang berasal dari imajinasi. Memang tidak berguna dilihat sekilas. Hiburan? Bolehlah.
Bisa dibilang kita banyak belajar dari dunia khayalan yang kita reka-reka sendiri. Kita tidak mungkin terus menjalani hidup, melangkah maju di dunia nyata, tanpa menggubris suara kepala yang tetap memanggil untuk membuka pintu khayalan. Apakah kita mengubur khayalan itu begitu saja, padahal banyak gunanya, lho. Bukan sekarang Sebenarnya tanpa disadari, kita telah masuk ke dunia rekaan tersebut. Menonton, membaca, melamun, merencanakan sesuatu, itu kan hanya sebuah rekaan belaka.
Lain lagi dengan dunia maya. Perkembangan teknologi begitu pesatnya di era modern ini. Ditambah lagi dengan masuknya globalisasi dalam ruang lingkup kehidupan kita, membuat jarak dan waktu bukan lagi hambatan. Salah satunya, kita difasilitasi sistem informasi yang bisa menjelajahi sampai ke pelosok dunia nan jauh di sana, hanya dengan meng-klik tombol mouse dengan ujung jari. Dalam kedipan mata, dunia seakan berada dalam genggaman. Walaupun itu hanya sebuah dunia cyber. Semu. Maya. Tidak nyata, tetapi banyak yang kita dapat. Asyiknya dunia di ujung jari itu memang begitu.
Banyak yang bilang, dunia maya itu penuh tipuan, dan ada pula yang mengungkapkan dunia maya itu sebuah kawasan penuh khayalan dan memperkaya imajinasi. Terserah bagaimana persepsi orang menilainya. Namun memang tidak terelakkan lagi, jika pada kenyataannya, terfokus pada remaja dan pelajar, bisa dibilang tidak ada yang tidak kenal dengan internet. Bahkan, selain mencari informasi, mereka banyak mendapat teman yang tinggalnya entah dimana. Tetapi bisa berbagi pengalaman. Tersedia juga berbagai fasilitas di dalamnya, layaknya organisasi di dunia nyata. Sama halnya dengan ponsel. Tiba-tiba ada yang missed call dari nomor tak dikenal. Eh, nantinya justru bisa menjadi teman, paling tidak ada yang diistilahkan sebagai secret admirer. Sebenarnya dunia maya termasuk dunia nyata. Medianya saja yang maya. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber yang tersebar, dan cukup diakses di depan satu layar monitor.
Coba dibayangkan, walaupun dua dunia itu tidak benar-benar ada, tetapi justru karena itulah ia dibutuhkan. Kita perlu penyegaran dalam hidup. Kita perlu mengadakan perjalanan menembus kedua dunia tersebut, bolak-balik dari dunia nyata ke dunia maya dan rekaan. Dalam dunia nyata, kita disuguhi berbagai macam aturan hidup, serta begitu banyak pilihan. Langkah yang telah kita ambil, tak dapat dikembalikan. Tetapi kita dapat kembali berulang ke masa lampau dengan bantuan dunia rekaan. Siapa bilang, mesin waktu tak pernah ada? Buktinya, kita bisa melangkah menembus waktu, kembali ke masa lampau, belajar dari peristiwa lalu yang bisa didapat dari dunia maya ataupun dunia imajinasi. Selain itu, kita juga bisa melangkah jauh ke masa depan, hanya dengan khayalan tingkat tinggi manusia yang berpola pikir maju. Mungkin dari situlah, dikembangkan penemuan-penemuan baru. Layaknya Newton dengan teori gravitasinya, hanya dengan sebuah apel yang jatuh menimpa kepalanya, kemudian timbul tanda tanya besar di otaknya yang menggiringnya menuju dunia imajinasi. Dan hasilnya, menjadi nyata, kan?
Ada sumber yang mengatakan melalui teori mimesis. Di dalam dunia rekaan itu, apa yang terjadi di dunia nyata bisa ‘diulang’ lagi, dan dunia ‘replay’ itu bisa terus-menerus diulang setiap kali kita memasuki dunia rekaan, hingga kita bisa memaknainya dalam sebuah arti. Ini berarti, dunia rekaan dan sekaligus dunia maya juga menampilkan hal yang tidak tampak dalam dunia nyata. Hal yang tidak bisa kita temui dalam alur kehidupan yang tampak nyata. Hal yang tidak bisa diketahui hanya dengan mengandalkan penglihatan yang kasat mata.
Yah, kalau kita hanya menjalani hidup ‘lurus-lurus’ saja, mau jadi apa kita? Sebagai anak, kita kembali lagi ke dalam masalah anak dan orang tua. Memang, orang tua ingin yang terbaik buat anaknya. Namun apa yang dipikirkan orang tua tidak sama dengan perkembangan pemikiran anaknya. Begitu juga bagi remaja yang sekaligus mengemban tugas sebagai pelajar yang masih harus banyak belajar. Bukan berarti ini kita menentang prinsip orang tua, tetapi ini hanya sebuah perbedaan pengertian saja.
Tidak selayaknya kita meninggalkan dua dunia itu, karena memang akan selalu mendampingi kita terus. Mau tidak mau.
Anggap saja dunia maya dan rekaan ini sebagai pelengkap dalam hidup di dunia nyata. Setidaknya bisa menjadi bumbu yang bermanfaat, penghilang stres dan hiburan. Tidak sepenuhnya hidup kita penuh kemelut. Langkah yang terasa layu, bisa lebih crispy. Jalanan yang hambar, bisa menjadi asin. Kehidupan yang sedemikian pahit, akan berubah menjadi lebih manis. Hal itu bisa dirasakan dengan hadirnya dunia kedua dan ketiga yang mengiringi dunia pertama.

2 komentar:

  1. Hmmm... nampaknya yang menjadi perkara dalam 3 dunia ini bukanlah makna dari media itu sendiri, melainkan manfaat yang bisa di dapat dari ketiganya. Bisa mjd positif (bagi mrk yang mengerti) dan bisa juga mjd negatif (bagi mrk yg belum tahu akan imajinasi seseorang). It's nice to read your posting :)

    BalasHapus
  2. yup. anda benar. Terima Kasih. Nantikan postingan berikutnya ya.

    BalasHapus