"Indahmu tak seindah pikirmu, cerahmu tak secerah matamu. Tapi kau tahu kau salah, mengapa kau membisu?"

Selasa, 10 Mei 2011

Dua Sisi: Teenlit dan Sastra

Siapa pun pasti bisa jadi penulis. Dengan tekad yang kuat, suatu saat nanti akan menghasilkan sebuah karya. Karena itu, Mulailah! Kita tidak pernah tahu kemampuan kita kalau kita tidak mencobanya.

Ada beberapa kisah tentang perseteruan antara sastra dan teenlit atau metropop. Teenlit atau metropop disebut sastra populer, berbeda dengan sastra murni. Ada pendapat di satu pihak, antara sastra murni dan sastra populer terlihat garis batas yang membedakan mereka. Sebuah pengalaman seorang penulis, para sastrawan di pulau Jawa memandang pengarang teenlit sebagai penulis ‘sampah’, ditambah denagn istilah mereka yang menyebutkan, teenlit disebut dengan istilah ‘ Sastra Jerawat’.

Secara bijaksana, seorang sastrawan kita mengulas karya sastra sebagai dua fungsi yang bergerak antara dua titik. Berangkat dari titik yang sifatnya memberi, ke arah yang sifatnya membangkitkan. Di sana, sebuah karya sastra akan menempatkan pembaca sebagai subjek, bukan sekadar objek yang hanya menerima saja. Diharapkan pembaca mendapatkan sesuatu dari dalam diri mereka melalui nilai-nilai tersirat dalam karya sastra.

Seorang penulis pernah berkata kepada saya secara personal, semua karya fiksi itu adalah sastra. Untuk membuktikan ke-sastra-annya, lihat apa yang dapat diambil dari karya itu. Karya itu akan disebut sebagai sastra yang ‘besar’ jika ada yang diperoleh dari membaca atau menulis karya tersebut. Kembali ke hakekat untuk apa karya itu ada.

Namun, terlepas dari semua itu, sebagai penulis pemula, tidak perlu memikirkan aliran mana yang harus dipilih. Menjadi penulis harus menulis. Oleh karena itu, ada tiga yang harus diingat. Pertama, penulis peka dengan lingkungan, bergaul dengan banyak orang. Hal ini dilakukan untuk membantu penulis melakukan pendalaman karakter.

Hal yang kedua, seorang penulis sebaiknya sering mengitari dan memperhatikan. Tujuannya untuk pembentukan setting dalam cerita. Kemudian yang ketiga, memperbanyak wawasan melalui membaca, browsing internet, dan rajin menyimak berita.
Sebagai penulis, kita harus melihat dari luar semua persoalan yang diuraikan sebagai cerita. Untuk itulah keterampilan dan wawasan yang luas dibutuhkan melalui membaca karya-karya orang lain. Menurut saya, penulis itu seharusnya rendah hati sehingga ia dapat menulis dengan jujur. Tanpa kejujuran, makna takkan didapat dari hasil karyanya.

Mengingat teenlit dan sastra banyak yang membedakan, sebenarnya pada dasarnya dua hal itu sama. Perbedaannya terletak pada penggambarannya. Teenlit, metropop, atau karya populer lainnya mampu menyuguhkan sebuah karya yang membuat pembacanya menjadi ingin tahu bagaimana alur dan akhir kisahnya. Sedangkan sastra murni selain memberikan informasi juga condong untuk mengajak pembacanya berpikir bahwa ada makna dan pesan tersirat di dalamnya.

Di luar perseteruan ragam karya sastra itu, setiap orang bisa melahirkan sebuah karya dari pemikirannya sendiri. Novel teenlit dan sejenisnya dapat dijadikan langkah awal sebagai motivasi dalam menulis dan membaca. Dunia menulis adalah sesuatu yang mencengangkan. Jika kita percaya, kita dapat mencobanya, dan kita akan menikmati hal-hal baru yang membuat diri ini semakin bangga.

Sulung Siti Hanum
10 Mei 2011

Hanya Ingin berbagi tentang buah pikiran
Hasil perbincangan dengan tiga penulis: Gus Tf Sakai (Sastrawan), Donna Rosamayna dan Esti Kinasih (penulis Teenlit), Maret 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar