"Indahmu tak seindah pikirmu, cerahmu tak secerah matamu. Tapi kau tahu kau salah, mengapa kau membisu?"

Selasa, 10 Mei 2011

Memaknai Malam

Malam datang. Satu hari lagi telah dilalui. Tanpa disadari, banyak yang diperoleh dari satu hari ini. Tanpa terasa, dua belas jam pun berlalu. Matahari pulang, beristirahat. Malam datang tak sekadar menukar hari, membuat yang terang menjadi gelap. Namun, malam datang untuk meredakan segala kegiatan. Siang berlalu, energi pun banyak tersedot. Maka malam yang mampu mengobatinya. Ada efek udara yang membuat kantuk. Tak perlu dilawan. Ikuti saja arah mata saat terlelap. Siang begitu garang dengan dunia nyatanya, sedangkan malam penuh dengan mimpi.

Malam mampu membuaiku. Terlena dengan malam. Malam pun tak mau kalah dengan siang dalam mengumbar keindahannya. Ada warna-warni lampu menerangi. Gemerlapan. Lalu, ada jutaan gemintang yang menabur langit kelam. Kemilau bintang bak berlian yang berkilau sungguh indah untuk ditatap.

Malam mampu meredakan kegarangan. Malam seperti air yang mematikan api. Karena apa? Karena malam adalah antiklimaks dari emosi kita. Emosiku. Digantikan lelah dan ngantuk sebagai obatnya. Kenapa mesti malam? Ya, tinggal dipilih saja. Malam akan kita lalui seperti apa. Malam menawarkan berbagai pillihan sebelum pagi datang. Malam dapat dijadikan pelarian. Malam dapat pula menjadi tempat peraduan. Malam bukan berarti ketenangan, tetapi malam hanya meredam. Tinggal memilih, tetap tinggal untuk dibuai keindahannya, atau beranjak lelap untuk dibuai oleh mimpi dengan berjuta pesonanya.

Sulung Siti Hanum
9 Mei 2011

4 komentar:

  1. sebelumnya pagi, kali ini malam... :)
    seperti biasa, tulisan lo selalu penuh makna..hehehe.. ;)

    BalasHapus
  2. asiiikk... makasi ririen.
    semoga bermanfaat. gw cuma ingin menulis dan terus menulis saat ini

    BalasHapus
  3. eh, daya berpikir gue yg berkurang ya krn udah lama ga kuliah dan dikasih tulisan sastra atau krn gw lagi ga fokus.... jadi bingung mau komen apa, baik di FB maupun di sini... serius.

    BalasHapus
  4. ini bukan tulisan sastra kali li. cuma iseng-iseng aja. hanya orang-orang beriman yang ngerti *loh. hahaha. Gw posting di sini sama di FB juga. emang bahasanya terlalu berat ya? Padahal ini iseng belaka lho

    BalasHapus